HAK CIPTA DAN PATEN
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberi izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak
cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti
paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta
bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk
mencegah orang lain yang melakukannya.
Hal-hal yang berkaitan dengannya
secara garis besar dijabarkan dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
sebagai berikut.
- Hak
cipta adalah
hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk mengumumkan atau
memperbanyak dengan tidak mengurangi batasan-batasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
- Pencipta
adalah seorang
atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan
suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
- Ciptaan
adalah hasil
setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, atau sastra.
- Pemegang
hak cipta adalah pencipta
sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari
pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang
menerima hak tersebut.
- Pengumuman
adalah pembacaan,
penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan
dengan menggunakan alat apa pun termasuk media internet, atau melakukan
dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau
dilihat orang lain.
- Perbanyakan
adalahpenambahan
jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat
substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama,
termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
- Hak
terkait adalah hak
yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk
memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi produser rekaman suara
untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman
bunyinya dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan karya siarannya.
- Lisensi
adalah izin
yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak
lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak
terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Hak yang bisa diklaim oleh pemegang
paten dan lisensi serta kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang paten dan
lisensi.
CONTOH JENIS
HAK CIPTA YANG UMUM
Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya
diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
- membuat salinan atau reproduksi
ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya,
salinan elektronik),
- mengimpor dan mengekspor
ciptaan,
- menciptakan karya turunan atau
derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
- menampilkan atau memamerkan
ciptaan di depan umum,
- menjual atau mengalihkan hak
eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak
eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang
bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang
melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif
pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual,
menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan
ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur
pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga
merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman
suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi
kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing
(UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain
memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup
dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU
19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain
melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU
19/2002 bab V).
Hak ekonomi dan hak moral
Banyak negara mengakui adanya hak
moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga
mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak
diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta
ciptaan tersebut.
Menurut konsep Hukum Kontinental
(Prancis), "hak pengarang" (droit d'aueteur, author right)
terbagi menjadi "hak ekonomi"
dan "hak moral"
(Hutagalung, 2012).
Hak cipta di Indonesia juga mengenal
konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah
hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah
hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang
tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait
telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta
pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual
untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang
Hak Cipta.).
BAGAIMANA MEMPEROLEH HAK CIPTA?
Setiap negara menerapkan persyaratan
yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak
mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor
"keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku
berdasarkan Konvensi Bern,
suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran
resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk
tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak
atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu
didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai
dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan)
memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah
orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan
tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum
berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents Act
1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di
Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga
pemerintah dan lembaga swasta.
*Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di
Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya
tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni
lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya
seperti seni songket
dan seni ikat),
fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain
industri (yang dilindungi sebagai kekayaan
intelektual
tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran,
bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu
yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan),
dan database dilindungi sebagai ciptaan
tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
*)Penanda hak cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, agar
suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan
tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak cipta" (copyright
notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di
dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata "copyright",
yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan
tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak
ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan
lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta
tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan
tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan
tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara
anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu,
persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan
yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.
Lambang © merupakan lambang Unicode 00A9 dalam heksadesimal, dan dapat diketikkan dalam (X)HTML sebagai ©, ©, atau ©
*Jangka waktu perlindungan hak cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu
berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku
tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika
Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta
semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan
sebelum tahun 1923
telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak
cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang
hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai
habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal
meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu
perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah
50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau
dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan
untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama
pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama
(UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
*Penegakan hukum atas hak cipta
Penegakan hukum atas hak cipta
biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum
pidana. Sanksi pidana secara umum
dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada
perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak
cipta di Indonesia
secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak
disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau
barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang
digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk
dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).
*Perkecualian dan batasan
Perkecualian hak cipta dalam hal ini
berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak
cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair
use atau fair dealing yang
diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa
dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang
berlaku di Indonesia,
beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18).
Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila
sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas
untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar
dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam
menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini
adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak
dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau
pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap.
Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama
ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang
hak cipta) program komputer
dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk
dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Hak cipta foto umumnya dipegang
fotografer, namun foto potret seseorang (atau beberapa orang) dilarang
disebarluaskan bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang
dipotret. UU Hak Cipta Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret
dalam pasal 19–23.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta
juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan
pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau
kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan
"yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau
bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat,
dan ketertiban umum" (pasal 17). ketika orang mengambil hak cipta
seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan
yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal
13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan
perundang-undangan,
pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan
pengadilan atau
penetapan hakim,
ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya
(misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di Amerika
Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak
peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta
mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu
kebangsaan menurut
sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan
pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, lembaga penyiaran, dan surat
kabar atau sumber sejenis lain, dengan
ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pendaftaran hak cipta di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan
bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan
timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau
terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran
ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian
hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta,
pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung
ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta
dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir
pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs
web Ditjen HKI. "Daftar Umum
Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI
dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
Hak Pemegang Paten
Pemegang paten memiliki hak
eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain
yang tanpa persetujuannya:
- dalam hal paten produk (paten
sederhana): membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan
produk yang diberi paten;
- dalam hal paten proses:
menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan
tindakan lainnya.
Kewajiban Pemegang Paten
Dalam hal paten proses, larangan
terhadap pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan impor hanya berlaku
terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan paten proses
yang dimilikinya. Untuk pengelolaan kelangsungan berlakunya paten dan
pencatatan lisensi, pemegang paten atau penerima lisensi suatu paten wajib
membayar biaya tahunan.
Berikut ini penjelasaan, definisi,
dan pengertian paten menurut Undang-Undang Haki yang berlaku di Indonesia:
- Paten
adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya
di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
- Invensi
adalah ide
inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
- Inventor
adalah
seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yarig secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan
invensi.
CONTOH UNADANG-UNDANG HAK
CIPTA BIDANG INFORMASI
*UNDANG-UNDANG TENTANG
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI
UUD no 19 tahun 2002 tentang
HAK CIPTA
Menjelaskan :
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi
Pencipta
2. Pencipta adalah seorang atau
beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu
Ciptaan
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya
Pencipta yang menunjukkan keasliannya
4. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta
sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta
5. Hak Terkait adalah hak yang
berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak
atau menyiarkan pertunjukannya
6. Permohonan adalah Permohonan
pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal
7. Lisensi adalah izin yang diberikan
oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait
Pada
dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta
dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak
sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku
tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau
karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta
karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan
sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat
lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu)
desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan
intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan
intelektual lainnya (seperti, paten yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang
Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam
undang-undang tersebut pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 ayat 1).
Fungsi dari Hak Cipta itu sendiri
adalah memberikan Hak atau kekuasaan terhadap pencipta atau pemegang hak cipta
untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya
menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Contoh kasus :
1. Perkara gugatan
pelanggaran hak cipta logo cap jempol pada kemasan produk mesin cuci
merek TCL.
2. Perseteruan Yayasan Karya Cipta
Indonesia (YKCI) dengan restoran cepat saji A&W
(20/3/2006)
UUD Telekomunikasi no 36 tahun
1999
UU
Telekomunikasi berguna untuk membatasi penggunaan jalur telekomunikasi dan
hal-hal lain yang menyangkut per telekomunikasian. Bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa, mernperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya
tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan
antarbangsa; bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi
telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar
dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.
Tujuan
penyelenggaraan telekomunikasi dalam ketentuan ini dapat dicapai, antara lain,
melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan
telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor
telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan
regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi
pengusaha kecil dan menengah." dari kutipan penjelasan tersebut jelas
bahwa sektor komunikasi sudah memiliki asa hukum yang jelas dalam menyatakan
pendapat. Tetapi, saat ini masih ada saja masyarakat yang di pidanakan hanya
karena sebuah surat elektonik. Sungguh tidak sesuai dengan apa yang tercantum
pada Undang-Undang.
Contoh kasus:
1.
Bocornya Data Pelanggan
Telekomunikasi
Jika dugaan kebocoran benar, hal itu pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU), itu pelanggaran terhadap Undang-Undang karena menurut UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, data pelanggan telekomunikasi harus dirahasiakan. pihak-pihak yang mungkin membocorkan adalah perusahaan telekomunikasi atau bank. Perusahaan-perusahaan telekomunikasi tentu saja memiliki data-data para pelanggan mereka. Sedangkan bank-bank biasanya memiliki klausul agar para nasabah mereka menyetujui jika bank-bank ingin memberi tahu pihak ketiga tentang data-data para pelanggan dalam rangka promosi dan lain-lain
2.
SMS Sampah
Menurut Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, SMS sampah seperti itu termasuk dilarang sebagaimana yang dimaksudkan dalam UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Dalam Pasal 21 UU itu disebutkan, penyelenggara jasa telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan dinilai bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan atau ketertiban umum. Jika dikaitkan dengan ketentuan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, masyarakat dapat menuntut operator telepon selular karena tidak mengindahkan kenyamanan mereka selaku konsumen telekomunikasi.
UUD Informasi Tekhnologi dan
transaksi elektronik(ITE)
Saat
ini kemajuan teknologi dan informasi berjalan dengan sangat
cepat. Adanya internet memungkinkan setiap orang mudah untuk mengakses
informasi dan bertransaksi dengan dunia luar. Bahkan internet dapat
menciptakan suatu jaringan komunikasi antar belahan dunia sekalipun.
UU ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan
hukum yang seringkali dihadapi diantaranya dalam penyampaian informasi,
komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal
pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan
melalui sistem elektronik. Hal tersebut adalah sebuah langkah maju yang
di tempuh oleh pemerintah dalam penyelenggaraan layanan informasi secara online
yang mencakup beberapa aspek kriteria dalam penyampaian informasi.
Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia.
b. mengembangkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
c. meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan public
d. membuka
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan
kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa
aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara
Teknologi Informasi.
Contoh kasus :
i.
Indoleaks Numpang Popularitas
Wikileaks
Meskipun bisa dikategorikan membahayakan, situs Indoleaks belum bisa dijerat
Meskipun bisa dikategorikan membahayakan, situs Indoleaks belum bisa dijerat
UU ITE. Karena sebagaimana yang dituliskan dalam UU ITE
Pasal 32 ayat (3), “Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan terbukanya suatu Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data
yang tidak sebagaimana mestinya”. Dengan artian bahwa barangsiapa yang
menyebarkan informasi yang bersifat rahasia dengan seutuhnya maka tidak
termasuk melanggar peraturan UU ITE, sehingga celah tersebut lah yang
dimanfaatkan Indoleaks
ii. Blogger Terancam Undang-Undang
Wikileaks
Akhir-akhir ini, pengguna blog
ekstra waspada. Pasalnya, jika materi blog dianggap menghina seseorang, pemilik
blog tersebut bisa diancam pidana penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar.
Adalah Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) yang menyebutkan ancaman itu. Secara lengkap, ayat
itu berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik.” Selanjutnya, tercantum di Pasal 45 UU ITE, sanksi pidana bagi
pelanggar pasal 27 ayat (3) yaitu penjara enam tahun dan denda maksimal Rp 1
miliar. Kehadiran pasal itu membuat geram para blogger, lembaga swadaya
masyarakat pemilik situs, dan para pengelola situs berita online. Mereka merasa
terancam haknya menyiarkan tulisan, berita, dan bertukar informasi melalui dunia
maya. Pasal itu dianggap ancaman terhadap demokrasi. Kini, mereka ramai-ramai
mengajukan permohonan pengujian Pasal 27 ayat (3) UU ITE kepada Mahkamah
Konstitusi karena bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945.
iii. ICW Dukung Putusan MK Hapus Pasal
Penyadapan
Indonesian Corruption Watch (ICW)
mendukung langkah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus pasal aturan tentang tata
cara penyadapan. Karena, jika pasal ini tidak dihapuskan akan menghambat upaya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi. Menurut Wakil
Koordinator ICW, Emerson Yuntho, dalam melakukan tugasnya, biasanya KPK
menyadap nomor telepon kalangan eksekutif. Jika pasal tentang penyadapan ini
diberlakukan, maka pada ujungnya Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo)
selaku eksekutif yang mengendalikan aturan penyadapan ini. Mahkamah Konstitusi
(MK) membatalkan pasal 31 ayat 4 UU/11/ 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Pasal tersebut mengatur tentang tata cara penyadapan.
referensi:1. http://www.dgip.go.id/hak-cipta
2.
http://hakintelektual.com/hak-cipta/pengertian-hak-cipta/
3.
http://hakintelektual.com/hak-cipta/sifat-hak-cipta/
4.
http://hakintelektual.com/paten/hak-dan-kewajiban-pemegang-paten/
5.
http://hakintelektual.com/paten/pengertian-paten/
6.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
7.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta#Sejarah_hak_cipta
Sumber:www.tipsntrick.net/.../10-jenis-jenis-hak-kekayaan-intelektual
Tidak ada komentar:
Posting Komentar