Selasa, 07 Agustus 2012

asal mula orang pariaman



Tepat tanggal 2 Juli 2011, Kota
Pariaman sebagai kota otonom dalam Pemerintahan Republik Indonesia
diperingati berusia 9 tahun. Karena kota Pariaman sebagai kota otonom
lahir berdasarkan surat keputusan Presiden yang diserahkan oleh Menteri
Dalam Negeri RI Hari Sabarno tanggal 2 Juli 2002 di halaman kantor
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa Depdagri, Jakarta.




[Image: tabuik-pariaman.jpg]



Kota Pariaman ini lahir berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 2002
tanggal 10 April 2002 tentang pembentukan Kota Pariaman Propinsi
Sumatera Barat yang ditandatangani oleh Presiden RI Megawati
Soekarnoputri. Undang-Undang tersebut diundangkan ke dalam Lembaran
Negara RI dengan nomor urut 25 tahun 2002 oleh Sekretaris Negara RI
Bambang Kesowo.



Namun jauh sebelumnya, dari mana asal penduduk Pariaman. Jika dilihat
masa silam kota Pariaman, maka Pariaman merupakan salah satu daerah
rantau dari Minangkabau, seperti halnya Padang, Pasisia, Tiku. Menurut
struktur pemerintahan adat Minangkabau, rantau Pariaman dinamakan
rantau Riak Nan Mamacah. Maksudnya, di mana harta pusakanya juga turun dari garis ibu. Sedangkan gelar (gala)
pusaka, juga turun dari garis Bapak. Warisan gelar setelah berumah
tangga turun dari bapak seperti Sidi, Bagindo dan Sutan. Gelar itu
merupakan panggilan dari keluarga isteri yang lebih tua dari umur isteri
kepada seorang laki-laki. Warisan dari bapak ini hanya ada di Pariaman.



Penduduk Pariaman umumnya turun dari Luhak Tanahdata. Selain itu juga
dari Luhak Agam pada bagian Utara. Sedangkan bagian sebelah Selatan
justru turun dari Solok. Meski demikian, tetap saja mereka yang turun
dari Luhak Tanahdata menjadi pemegang utama roda pemerintah.



Abdul Kiram dan Yeyen Kiram dalam bukunya Raja-Raja Minangkabau Dalam Lintasan Sejarah (2003;51-52)
mencatat, nenek moyang yang mula-mula turun dari Luhak Tanahdata ada
sebanyak empat orang Penghulu beserta rombongannya. Yakni Datuk Rajo
Angek, Datuk Palimo Kayo, Datuk Bandaro Basa, dan Datuk Palimo Labih.
Amanah dari Yang Dipertuan Pagaruyung, di mana jika rombongan berada
pada sebuah tempat yang tidak diketahui namanya, maka segeralah diberi
nama dan tanda.



Akhirnya tempat itu diberi nama Kandangampek. Karena rombongan mereka
berjumlah empat. Tidak lama kemudian, di tempat yang sama datang lagi
satu rombongan dipimpin Datuk Makhudum Sabatang Panjang. Kedua rombongan
bergabung dan sepakat bersama-sama turun ke bawah menuju arah Barat.
Selanjutnya, rombongan menemukan sebuah tempat yang agak tinggi, tapi
belum diketahui namanya. Salah seorang anggota rombongan, menanamkan
sebatang pohon sebagai pembatas antara Luhak dan Rantau. Di tempat itu
rombongan sepakat menamakan Kayutanam. Daerah inilah yang membatasi
Luhak (darek) dengan Rantau. Berbatas dengan Bukit Barisan yang melingkari Padangpanjang.



Perjalanan kelima orang Penghulu tersebut diteruskan sampai ke
Pakandangan. Di sini mereka membangun perkampungan. Tidak lama kemudian
datang lagi ke Pakandangan enam orang Penghulu dari Tanahdata, yakni
Datuk Simarajo, Datuk Rangkayo Basa, Datuk Rajo Mangkuto, Datuk Rajo
Bagindo dan Datuk Mangkuto Sati.



Keenamnya bergabung dengan rombongan yang datang sebelumnya. Luas
perkampungan diperluas sampai ke Sicincin. Sebagai penghormatan, khusus
lima orang Penghulu yang datang pertama, mereka ditempatkan di
tengah-tengah kampung. Sedangkan enam Penghulu yang datang belakangan,
melingkari tempat kediaman lima Penghulu tersebut. Daerah ini akhirnya
bernama Anamlingkung. Kedatangan dua gelombang, untuk mengingatnya
dijadikan Kecamatan 2 X 11 Anam-lingkuang dengan ibukota Sicincin. Kini
kecamatan ini sudah dimekarkan menjadi tiga kecamatan. Yakni,
Anamlingkung, 2 X 11 Anamlingkuang Sicincin dan 2 X 11 Kayutanam. Dari
daerah-daerah ini, mereka terus menyusuri hingga ke pantai Pariaman.



Ada juga yang menyebutkan penduduk Pariaman dari Tanahdata turun
melalui Malalak. Di Malalak rombongan terbagi dua kelompok. Satu
kelompok langsung menuju Pariaman, satu kelompok lagi menuju
Kampungdalam. Kuatnya hubungan kekeluargaan dengan Malalak ini dapat
dilihat dari adanya kunjungan dari orang yang berada di Pariaman, tapi
berasal dari Malalak, kepada keluarga asal di Malalak.




[Image: Hoyak-Tabuik-Piaman.JPG]Pariaman
yang terletak di pinggir pantai, mudah dikunjungi pelaut dari berbagai
negeri, menyebabkan mudahnya hubungan dengan daerah lain. Sehingga
masyarakatnya pun mudah menerima perubahan, baik sosial, politik maupun
agama.



Tak heran sebagai wilayah yang berada di pinggir pantai dan di singgahi
oleh berbagai pedagang, Pariaman belakangan dihuni tak hanya dari
keturunan Minangkabau dari daerah darek. Di Pariaman terdapat
pula keturunan keling (kaliang). Mungkin karena warna kulitnya lebih
hitam, maka disebut saja kaliang. Sehingga jika ada anggota keluarga
rang Pariaman, sering dikatakan kulitnya hitam kaliang. Bahkan
sebelum proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945, di Pariaman juga banyak
terdapat keturuan Tionghoa (Cina). Bukti peninggalan keturunan Tionghoa
yang tidak bisa dibantah adalah kuburan keturunan Tionghoa di Toboh
Palabah dan nama daerah Kampungcino.



Sedangkan bangsa penjajah (Belanda, Inggris dan Jepang), yang pernah
bermukim di Pariaman, hingga kini tak diketemukan lagi buktinya. Penulis
hanya pernah mendapatkan informasi di sekitar Kampung Perak ada kuburan
Belanda. Namun kini sudah menjadi areal perkantoran, yakni Kantor
Kesbang Linmas Kabupaten Padangpariaman.



Meski penduduk Pariaman sudah bercampur, tapi tetap memakai adat
Minangkabau dalam kesehariannya. Hanya saja, sebagai daerah rantau, di
Pariaman tidak diketemukan rumah gadang seperti di daerah darek. Rumah
gadangnya tidak bergonjong sebagaimana rumah gadang di daerah darek
seperti tanduk kerbau.



Penulis: Bagindo Armaidi Tanjung

sumber : http://kumpulan-orang-minang.blogspot.co...iaman.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar